Me: (sambil ngaca) yah, aku gendut banget ya? apa aku perlu diet ya?
Him: hus, orang hamil kok ribut diet segala, kamu kan makannya buat berdua, ga usah aneh2 deh, tak aduin ke om In lho! (om In = dokter kandungan yg mriksa aku)
Me: Lho, bumil yg terlalu ndut jg ga baik kan yah..
Him: Bun.. (muka serius) tenang aja, ibu hamil itu ga ada yg terlalu endut...
Me: ... :") (terharu)
Him: ...kecuali kamu..
Me: -_-
*keplak*
Monday, 23 September 2013
Tuesday, 17 September 2013
It's not good bye kan?
Hari ini mendadak mellow.
Gara-gara keinget sama almarhum Ndul.
Ndul ya, bukan Dul. Kalo yg disebut terakhir itu kan belom almarhum walopun abis kecelakaan heboh dan kayaknya terluka lumayan parah.
Balik ke Ndul.
Ndul itu kucing kesayangan kami se-rumah.
Jadi setelah sekian lama gak miara kucing, sekitar tahun 2010 kemarin kami menemukan 3 malaikat kecil berbulu yang "diantar" ke kebun samping rumah oleh entah siapa.
Karena kasian, kami pelihara mereka bertiga. Dan kami beri nama: Kitty, Nicky, dan Daniel.
Daniel hanya berumur beberapa hari, lalu meninggal.
Kitty dan Nicky bertahan sampai dewasa dan beranak pinak.
Anak - anak Kitty: Ndul, Surti, dan Gundi. Dan beberapa yang meninggal sebagai kitten sebelum sempat diberi nama.
Anak - anak Nicky: Unyil dan warni.
Anak Surti: Ndul kecil.
Sekarang hanya tinggal Warni di rumah.
Nicky dan Gundi bertualang ke luar rumah dan tidak pernah kembali lagi.
Ndul kecil hilang, sepertinya ada yang ambil, karena dia masih kecil dan ga pernah keluar rumah sendiri.
Teriring doa, dimanapun mereka berada, semoga baik-baik aja, sehat dan bahagia.
Kitty, Ndul, dan Surti meninggal dg cara yg sama, yaitu (kata vet) kena serangan virus :'( Sedih banget rasanya melihat mereka sakaratul maut.
But hey, it's not good bye kan? It's until we meet again in heaven kan? (aamiinn).. moga2 kami bisa masuk surga dan ketemu lagi dengan mereka semua yg tercinta.
Gara-gara keinget sama almarhum Ndul.
Ndul ya, bukan Dul. Kalo yg disebut terakhir itu kan belom almarhum walopun abis kecelakaan heboh dan kayaknya terluka lumayan parah.
Balik ke Ndul.
Ndul itu kucing kesayangan kami se-rumah.
Jadi setelah sekian lama gak miara kucing, sekitar tahun 2010 kemarin kami menemukan 3 malaikat kecil berbulu yang "diantar" ke kebun samping rumah oleh entah siapa.
Karena kasian, kami pelihara mereka bertiga. Dan kami beri nama: Kitty, Nicky, dan Daniel.
Daniel hanya berumur beberapa hari, lalu meninggal.
Kitty dan Nicky bertahan sampai dewasa dan beranak pinak.
Anak - anak Kitty: Ndul, Surti, dan Gundi. Dan beberapa yang meninggal sebagai kitten sebelum sempat diberi nama.
Anak - anak Nicky: Unyil dan warni.
Anak Surti: Ndul kecil.
Sekarang hanya tinggal Warni di rumah.
Nicky dan Gundi bertualang ke luar rumah dan tidak pernah kembali lagi.
Ndul kecil hilang, sepertinya ada yang ambil, karena dia masih kecil dan ga pernah keluar rumah sendiri.
Teriring doa, dimanapun mereka berada, semoga baik-baik aja, sehat dan bahagia.
Kitty, Ndul, dan Surti meninggal dg cara yg sama, yaitu (kata vet) kena serangan virus :'( Sedih banget rasanya melihat mereka sakaratul maut.
But hey, it's not good bye kan? It's until we meet again in heaven kan? (aamiinn).. moga2 kami bisa masuk surga dan ketemu lagi dengan mereka semua yg tercinta.
Friday, 13 September 2013
provak or antivak?
masih bingung dengan vaksinasi. sebenernya perlu banget ngga sih?
dulu sih si kakak dapat vaksinasi wajib aja, plus sebagian kecil tambahan. waktu itu program vaksinasi saya stop karena ga tega liat kakak nangis waktu disuntik.
trus makin kesini, makin banyak ketemu sama kampanye2 antivak, jadi galau deh nanti si adik divaksin ato ngga..
apa benar vaksin itu dibuat dari bahan2 haram dan / berbahaya? kalo beneran dari bahan haram, apakah pemberian vaksin adalah sesuatu yg sangat mendesak hingga aturan halal-haram dapat diabaikan?
kalo obat sih mungkin (sekali lagi : MUNGKIN) bisa dikategorikan mendesak atau darurat sehingga aturan halal haram bisa dikesampingkan, walaupun saya pribadi pun kurang sependapat dg hal ini. lah vaksin? mendesak dimananya? babynya sehat wal afiat kok. sepertinya ga memenuhi kriteria 'darurat' deh..
hmm.. jd gimana ya kebijakan vaksinasi yg sebaiknya saya ambil untuk si adik nanti?
Wednesday, 11 September 2013
Mahasiswa Baru
Menurutku, jadi mahasiswa baru (a.k.a maba) memang bukan hal yang mudah. Harus beradaptasi dengan lingkungan kampus yang jauh beda dengan lingkungan sekolah, teman2 biasanya juga datang dari berbagai daerah (terutama kalo kita kuliahnya di kampus negeri yang favorit), kalo kampusnya ada di kota lain juga berarti harus nge-kos meninggalkan segala fasilitas, kenyamanan dan kemudahan yang ada di rumah, dan yang paling malesin tentunya adalah ospek - atau apapun namanya sekarang, pokoknya yang masa orientasi dengan banyak tugas ini itu dari kakak senior gitu lah.
Ya, semua itu berdasarkan pengalamanku dulu sih, waktu jadi maba. Jadi selama ini aku pikir yang namanya maba ya harusnya ngalamin yang semacam itu kan, kecuali mungkin yang bagian nge-kos, buat yang rumahnya dekat atau masih dalam kota (kayak aku dulu ^^) berarti ga perlu mengalami fase ngekos ini.
Beberapa minggu yang lalu, sepupuku yang tinggal di luar jawa lolos ujian SBMPTN dan diterima di salah satu universitas negeri di kotaku. Sayangnya, universitasnya itu letaknya di pinggiran barat kota, sedangkan rumahku di pinggiran timur kota, jadi ya terpaksalah dia harus cari tempat tinggal sendiri (nge-kos atau asrama) yang dekat dengan kampusnya.
Demi kelancaran proses pencarian tempat tinggal dan membantu segala urusan yang berhubungan dengan status mabanya ini, ayahnya ikut mendampingi dan tinggal di rumahku selama beberapa minggu.
Jadi selama di sini, sang ayah ini membantu anaknya dalam hal:
1. Segala urusan administrasi daftar ulang -kecuali untuk daftar ulangnya sendiri, sang ayah hanya menunggu di luar karena peraturan kampusnya hanya mahasiswanya yang boleh masuk, pengantar tunggu di luar.
2. Cari kos-an atau tempat tinggal yang layak. Ini yang namanya muter2 cari kosan yang kamarnya enak, ada kamar mandi dalam, jendelanya besar, bersih, dsb dst, ribetnya setengah mati. Dan akhirnya pilihan jatuh ke asrama mahasiswa.
3. Belanja segala kebutuhan untuk menempati kamar baru di asrama, termasuk masangin tali buat jemuran handuk dll.
4. Belanja baju dan atribut maba.
5. Beli - beli tugas ospek. Termasuk beli beras & minyak goreng dan memasukkannya masing2 ke dalam botol air mineral.
6. Dan sang anak pun dibekali dengan sepeda motor, laptop dan printer, modem, dan entah apa lagi, pokoknya harus lengkap.
Entah teman2ku yang kelewat mandiri atau omku yang kelewat protektif sama anaknya, tapi menurutku tidak seharusnya seorang maba dibantu sampai sedemikian rupa oleh orang tuanya. Karena justru masa2 sulit - semester2 awal kuliah - itulah yang akan membentuk ketangguhan seorang mahasiswa untuk menghadapi semester2 selanjutnya, selain juga membentuk keakraban dan jiwa saling bantu dengan teman-teman barunya. Bener nggak sih, pendapatku ini? Bener kan? Kan?
Aku jadi ingat teman2ku yang dari daerah dulu. Ya, beberapa memang diantar orang tua untuk cari kosan. Tapi udah gitu doang, setelah itu ortunya ya pulang lagi ke rumahnya masing2, ga ada yang sampe nginep berminggu2 gini. Cari kosan pun juga biasanya nggak terlalu ribet sampe segala kamar mandi dalam aja dimasalahin, ya ampun,, emang jarang kaliii kosan mahasiswa yang kayak gitu, adapun paling cuma 1 - 2 dan biasanya harganya jauh lebih mahal dari yg kamar mandinya di luar kamar. Emangnya fasilitas kosan harus sama dengan fasilitas rumah?
Kebanyakan teman2ku yang dari daerah dulu juga belum bawa kendaraan sendiri, bahkan komputer / laptop pun nggak semua punya. Rasanya sudah menjadi pemandangan yang lumrah kalo tiap pagi banyak mahasiswa yang berjalan kaki / nebeng teman ke kampus. Aku juga sering nawarin tebengan ke teman yang jalan kaki kalo kebetulan ketemu, udah biasa itu. Pinjam2an komputer pun bukan hal yang tabu untuk dilakukan. Kami yang punya komputer juga nggak merasa keberatan kok kalo ada teman yang pinjam. Pinjam2an buku / diktat juga udah biasa. Lah kalo semuanya udah dipenuhi sama ortunya gini, trus kapan dia merasakan "seru"nya bertahan dalam keterbatasan kondisi ya? hehe..
Mungkin jaman memang sudah banyak berubah ^^ *dem, langsung ngerasa tua deh*
Ya, semua itu berdasarkan pengalamanku dulu sih, waktu jadi maba. Jadi selama ini aku pikir yang namanya maba ya harusnya ngalamin yang semacam itu kan, kecuali mungkin yang bagian nge-kos, buat yang rumahnya dekat atau masih dalam kota (kayak aku dulu ^^) berarti ga perlu mengalami fase ngekos ini.
Beberapa minggu yang lalu, sepupuku yang tinggal di luar jawa lolos ujian SBMPTN dan diterima di salah satu universitas negeri di kotaku. Sayangnya, universitasnya itu letaknya di pinggiran barat kota, sedangkan rumahku di pinggiran timur kota, jadi ya terpaksalah dia harus cari tempat tinggal sendiri (nge-kos atau asrama) yang dekat dengan kampusnya.
Demi kelancaran proses pencarian tempat tinggal dan membantu segala urusan yang berhubungan dengan status mabanya ini, ayahnya ikut mendampingi dan tinggal di rumahku selama beberapa minggu.
Jadi selama di sini, sang ayah ini membantu anaknya dalam hal:
1. Segala urusan administrasi daftar ulang -kecuali untuk daftar ulangnya sendiri, sang ayah hanya menunggu di luar karena peraturan kampusnya hanya mahasiswanya yang boleh masuk, pengantar tunggu di luar.
2. Cari kos-an atau tempat tinggal yang layak. Ini yang namanya muter2 cari kosan yang kamarnya enak, ada kamar mandi dalam, jendelanya besar, bersih, dsb dst, ribetnya setengah mati. Dan akhirnya pilihan jatuh ke asrama mahasiswa.
3. Belanja segala kebutuhan untuk menempati kamar baru di asrama, termasuk masangin tali buat jemuran handuk dll.
4. Belanja baju dan atribut maba.
5. Beli - beli tugas ospek. Termasuk beli beras & minyak goreng dan memasukkannya masing2 ke dalam botol air mineral.
6. Dan sang anak pun dibekali dengan sepeda motor, laptop dan printer, modem, dan entah apa lagi, pokoknya harus lengkap.
Entah teman2ku yang kelewat mandiri atau omku yang kelewat protektif sama anaknya, tapi menurutku tidak seharusnya seorang maba dibantu sampai sedemikian rupa oleh orang tuanya. Karena justru masa2 sulit - semester2 awal kuliah - itulah yang akan membentuk ketangguhan seorang mahasiswa untuk menghadapi semester2 selanjutnya, selain juga membentuk keakraban dan jiwa saling bantu dengan teman-teman barunya. Bener nggak sih, pendapatku ini? Bener kan? Kan?
Aku jadi ingat teman2ku yang dari daerah dulu. Ya, beberapa memang diantar orang tua untuk cari kosan. Tapi udah gitu doang, setelah itu ortunya ya pulang lagi ke rumahnya masing2, ga ada yang sampe nginep berminggu2 gini. Cari kosan pun juga biasanya nggak terlalu ribet sampe segala kamar mandi dalam aja dimasalahin, ya ampun,, emang jarang kaliii kosan mahasiswa yang kayak gitu, adapun paling cuma 1 - 2 dan biasanya harganya jauh lebih mahal dari yg kamar mandinya di luar kamar. Emangnya fasilitas kosan harus sama dengan fasilitas rumah?
Kebanyakan teman2ku yang dari daerah dulu juga belum bawa kendaraan sendiri, bahkan komputer / laptop pun nggak semua punya. Rasanya sudah menjadi pemandangan yang lumrah kalo tiap pagi banyak mahasiswa yang berjalan kaki / nebeng teman ke kampus. Aku juga sering nawarin tebengan ke teman yang jalan kaki kalo kebetulan ketemu, udah biasa itu. Pinjam2an komputer pun bukan hal yang tabu untuk dilakukan. Kami yang punya komputer juga nggak merasa keberatan kok kalo ada teman yang pinjam. Pinjam2an buku / diktat juga udah biasa. Lah kalo semuanya udah dipenuhi sama ortunya gini, trus kapan dia merasakan "seru"nya bertahan dalam keterbatasan kondisi ya? hehe..
Mungkin jaman memang sudah banyak berubah ^^ *dem, langsung ngerasa tua deh*
Subscribe to:
Posts (Atom)